LATAR BELAKANG
Dalam setiap masyarakat dapat dikatakan bahwa keluarga adalah unit ter-kecil dalam masyarakat. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, Ibu, dan anak. Ayah dan Ibu adalah sebagai keluarga inti yang dihubungkan dengan tali perkawinan.
Menurut fitrah manusia laki-laki mempunyai sifat yang berbeda dari wanita. Secara biologis satu sama lain saling membutuhkan. Hidup bersama dari seorang pria dan seo0rang wanita tidaklah dapat dinamakan keluarga jika keduanya tidak diikat oleh tali perkawinan. Tanpa nikah tidak ada keluarga.
Perkawinan adalah bentuk yang paling sempurna dari kehidupan bersama. Hidup bersama tanpa perkawinan membuahkan kesenangan semu, kebahagiaan hakiki dan abadi didapat dalam kehidupan bersama yang diikat oleh perkawinan.
Perkawinan adalah salah satu aspek syarat agama yang telah beruarat berakar dan melembaga dalam kehidupan bermasyarakat, telah pula mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
Berdasarkan tersebut di atas sangat tertarik membahas masalah perkawinan yang siajarkan oleh agama kristen dan Islam yang merupakan agama resmi di negara republik indonesia dan sekaligus pemeluknya.
RUMUSAN MASALAH
Adapun masalah yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Perkawinan dalam Kristen
a. Pengertian
b. Tujuan perkawinan
c. Memilih jodoh
2. Perkawinan dalam Islam
a. pengertian
b. Tujuan perkawinan
c. Memilih jodoh
3. Etika perkawinan dalam Kristen dan Islam
a. Etika perkawinan dalam Kristen
b. Etika perkawinan dalam Islam
METODE dan SISTEMATIKA PEMBAHASAN
1. Metode Pembahasan
Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini maka diperlukan metode riset kepustakaan dengan jalan menyimpulkan data dengan menggunakan metode pembahsan sebagai berikut:
a. Deduksi : Suatu sistem berfikir dari fakta-fakta yang berangkat dari hal yang umum kepada hal yang khusus.
b. Induksi : Suatu sistem berfikir dari fakta-fakta yang berangkat dari yang khusus kepada yang hal yang umum.
c. Komparasi : Suatu sistem berfikir dengan jalan membandingkan beberapa pendapat dari para cendikiawan, kemudian diambil pendapat yang dianggap kuat oleh penulis.
PEMBAHASAN
PERKAWINAN DALAM KRISTEN
A. PENGERTIAN PERKAWINAN
Perkawinan adalah hubungan di dunia yang paling erat dan suci, perkawinan merupakan hubungan yang jauh lebih erat daripada handaitolan, hubungan antar sahabat, keluarga, bahkan lebih erat daripada hubungan antara anak dengan orang tuanya.
Definisi lain mengatakan, pernikahan adalah tat tertib suci yang ditetapkan oleh Tuhan, khalik langit dan bumi, di dalam peraturan suci itu diantaranya pria dan wanita.
Dari kedua definisi itu dapat ditarik suatu pengertian bahwa adanya cinta kasih serta hubungan yang erat yang tidak bisa dipisahkan atau tidak bisa ditarik kembali, yang dimaksud disini ialah jangan sampai salah saatu berpisah atau cerai. Hal ini dibenarkan dalam ajaran Kristen, sebab perkawinan itu mengandung beberapa unsur, antara lain:
a. Perkawinan itu ditetapkan Allah, sebagaimana termakbub atau terdapat dalam Al-Kitab.
- Kejadian pasal 2 ayat 18 : “Tuhan Allah berfirman, tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”.
- Kejadian pasal 2 ayat 21: “lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak, ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk daripadanya, lalu menutup tempat itu dengan daging”.
Dari ayat-ayat Al kitab tersebut di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa perkawinan merupakan ketetapan atau kehendak Allah. Begitu juga perkawinan adalah lembaga yang sudah dikehendaki dan disciptakan Tuhan.
b. Perkawinan adalah peraturan suci
Perkawinan adalah suci karena Allah sendirilah yang telah berkehendak dan mempersatukan antara laki-laki dan perempuan. Seperti dalam Matius pasal 19 ayat 6 “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu karena itu apa yang pernah disekutukan Allah tidak boleh diceraikan manusia”.
Oleh karena kesucian perkawinan tersebut bagi orang-orang yang berbuat zina akan mendapat hukuman dari Allah (Alkitab Ibrani pasal 14 ayat 4).
Disamping 2 unsur di atas , masalah pengertian perkawinan masih ada 3 unsur lagi, seperti yang tersebut dalam kitab kejadian pasal 2 ayat 24 yang dapat diambil suatu pelajaran yang meliputi:
1. meninggalkan atau berpisah dengan orang tuanya
2. bersatu atau berdampingan
3. menjadi satu daging
Yang dimaksud meninggalkan atau berpisah disini adalah bersedia melepaskan hubungan keluarga khususnya orang tua yang udah membesarkan anak.
Bersatu atau berdampingan ialah kesediaan seorang suami dan istri untuk hidup berdampingan. Suami istri dapat diperumpamakan sebagai dua lembar kertas yang dilem erat-erat satu kepada yang lain dengan tidak mengizinkan pihak ke tiga.
Sedangkan yang dimaksud dengan menjadi satu daging adalah hidup rukun dan berdampingan di atap rumah nikah yang sah, maka melalui persekutuan seksuil masing-masing menolong yang lain. Yang satu melayani yang lain satu mengisi dan membahagiakan yang lain.
B. TUJUAN PERNIKAHAN
1. Agar manusia itu saling tolong menolong
Seperti dalam kejadian pasal 2 ayat 18 yang memberi tekanan bahwa diciptakannya Hawa dengan tujuan sebagai penolong dalam kehidupan Adam, mereka hidup saling melengkapi, saling melayani satu sama lain, cinta mencintai, serta saling kasih sayang.
2. Untuk melestarikan keturunan
Untuk melestarikan kehidupan manusia perlu adanya keturunan dan keturunan didapatkan dari hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan. Kesatuan nikah adalah rencana Allah untuk pembinaan manusia supaya tidak musnah dari permukaan bumi.
3. Untuk persekutuan yang terus menerus
Persetujuan perkawinan adalah persetujuan yang permanen yang tidak dapat ditarik kembali, oleh karena itu berlangsung terus menerus seumur hidup.
C. MEMILIH JODOH
1. Seiman
Antara calon suami dan calon istri hendakilah seiman bersatu hati untuk mengabdi kepada Tuhan, seiya sekata dalam menyerahkan diri kepada Yesus Kristus untuk mencapai kesetiaan dan kesucian yang diberikan oleh Tuhan dari sumber anugerahnya. Apabila seorang kristen menjadi saaatu dengan seorang yang tidak percaya, pasangan itu akan menghalangi perjalanan hidupnya dengan Tuhan, membatasi kebebasannya di dalam kristus, dan menyebabkan ketidakseimbangan tanggung jawab didalam hubungan hubungan itu.
2. Saling mencintai
3. Nasehat orang tua
Keputusan orang tua patut didengarkan oleh anak-anaknya, sebab orang tua ikut tanggung jawab dalam hidup anak-anaknya.
PERKAWINAN DALAM KRISTEN
A. PENGERTIAN PERKAWINAN DALAM ISLAM
Nikah menurut lughat berarti simpulan atau ikatan. Menurut istilah nikah adalah suatu akad atau perjanjian pengantin perempuan untuk hidup bersama sebagai suami istri yang disertai rukun dan syarat.
Nikah adalah akad yang menjadi perantara diperbolehkannya bersetubuh dengan menggunakan kata nikah, tazwij atau terjemahnya.
Menurut undang-undang perkawinan RI. No. 1 tahun 1974 bab I pasal 1 “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia berketuhanan Yang Maha Esa.
Perintah perkawinan berdasarkan firman Allah yang terdapat dalam surat An-Nisa ayat 3 yang berbunyi:
... …
yang artinya:
“…….Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja……”
Sudah menjadi sunnatullah bahwa segala sesuatu di dunia ini dijadikan Tuhan berpasang-pasangan, jantan betina, laki-laki dan perempuan. Allah berfirman dalam QS. An-Naba’ ayat 8 sebagai berikut:
“Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan”.
B. TUJUAN PEKAWINAN
Adapun tujuan perkawinan menurut ajaran Islam adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengembangkan keturunan
2. Untuk menentramkan jiwa dan raga
Dengan perkawinan orang dapat memenuhi tuntutan hawa nafsu seksuilnya dengan rasa aman dan tentram, dan memperoleh ketenangan lahir batin, serta menambah rasa saling cinta mencintai, kasih mengasihi antara suami istri.
3. Untuk mencegah kemaksiatan
Dengan perkawinan orang dapat memenuhi tuntutan nafsu seksuil sehingga dapat menghilangkan perzinaan, pelacuran, perkosaan, dan lain-lain. Kemaksiatan yang disebabkan oleh todak terpenuinya hajat nafsu seksuil dengan semestinya. Sebab dengan pernikahan itu baik laki-laki maupun perempuan dapat memenuhi nafsunya dengan jalan yang halal dan aman.
4. Untuk menyempurnakan agama
Nabi sendiri melakukan pernikahan dengan wanita, begitu juga beliau mengancam bagi orang yang tidak melakukan nikah tidak akan dianggap sebagai umatnya, sehingga dengan kata lain dapat dikatakan bahwa nikah adalah suatu anjuran agama dan merupakan kesempurnaannya.
C. MEMILIH JODOH
1. Kafaah (kufu)
“kafaah” berarti sama, sepadan atau sebanding. Maksudnya laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukansehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melaksanakan perkawinan.
2. Seagama
3. Nasab dan kecantikan
ETIKA PERKAWINAN
DALAM KRISTEN DAN ISLAM
A. ETIKA PERKAWINAN DALAM KRISTEN
1. Pertunangan
Masa pertunangan ini gunanya untuk saling mengenal antara kedua belah pihak, baik pihak laki-laki maupun perempuan. Wanita tidak hanya tinggal di rumah menunggu waktu perkawinan, tetapi juga menganalisa dan menyelidiki calon suaminya.
2. Pelaksanaan pernikahan
3. Pesta pernikahan
Resepsi pernikahan adalah puncak dari semua acara pernikahan dan juga akhir dari masa membujang dan melalui kehidupan baru. Pesta ini berarti bersenag-senang dalam perayaan nikah.
4. Poligami
5. Perceraian
B. ETIKA PERKAWINAN DALAM ISLAM
1. Meminang atau khitbah
Meminang adalah permintaan seseorang laki-laki kepada anak perempuan orang lain sebagai pendahuluan pernikahan. Dan pinangan itu baik laki-laki maupun perempuan haruslah lebih dahulu melihat dan memilih calon yang akan dipinang. Bahkan sebagian ulama menghukumkan sunnat dengan berdasarkan Hadits Rasulullah SAW. Diperbolehkannya melihat calon istri atau suami, sebab akan memungkinkan terjadinya persepakatan dan keserasian keadaannya dalam rumah tangga nanti.
2. Pelaksanaan pernikahan
Setelah pinangan itu diterima, prosedur yang umum berlaku dalam akad nikah adalah berkumpul wali dan keluarga kedua belah pihak, maka dimintalah ketegasan dari pihak pengantin perempuan. Ketegasan yang dimaksud adalah tentang ridhonya atau izinnya untuk dikawinkan, sesudah itu dibacakan khutbah nikah, kemudian barulah wali pengantin wanita atau wakilnya mengucapkan lafal ijab yang harus dijawab lafal qabul oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.
Selain dari langkah-langkah yang perlu diambil dalam melaksanakan pernikahan seperti di atas, Islam juga menetapkan beberapa syarat untuk sahnya perkawinan, antara lain:
- Akad nikah.
- Mempelai berdua (laki-laki dan perempuan).
- Adanya wali.
- Dua orang saksi.
Akad pernikahan mesti disaksikan oleh dua orang saksi supaya ada kepastian hukum dan untuk menghindari timbulnya sanggahan dari pihak-pihak yang berakad di belakang hari. Dasar keharusan saksi dalam akad pernikahan ada yang dalam bentuk ayat Al-Qur’an surat At-Thalaq ayat 2, dan ada juga yang terdapat dalam Hadits, sabda Nabi :”Tidak ada pernikahan kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi.”
3. Perayaan nikah atau walimatul ‘ursy
Sesudah mengadakan akad nikah disunnatkan bagi suami mengadakan walimah pengantin atau perayaan perkawinan. Walimah ini digunakan untuk mengadakan iklan atau pemberitahuan kepada khalayak ramai bahwa dia telah mengadakan ikatan perjanjian perkawinan dengan istrinya. Maka dengan demikian masyarakat bisa turut menjadi saksi.
4. poligami
5. Perceraian
PENUTUP
ANALISIS
Daria uraian tersebut ada perbedaan antara Kristen dan Islam dalam hal poligami. Jika Islam membolehkan poligami karena adanya ketentuan-ketentuan yang membolehkan untuk berpoligami. Sedangkan di dalam Kristen, poligami itu dilarang karena pernikahan itu ditentukan oleh Tuhan maka manusia tidak bisa memisahkan hbungan tersebut. Disamping itu pesta di dalam pernikahan Kristen bertujuan untuk bersenang-senangdan sebagai akhiar dari masa membujang dan untuk menuju kehidupan baru.
Jika di dalam etika Islam pesta pernikahan itu bisa disebut sebagai walimatul ‘ursy yang bertujuan untuk memberitahukan kepada khalayak ramai dan sebagai saksi pernikahan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar