Kamis, 28 Oktober 2010

TAFSIR

LATAR BELAKANG
Dalam setiap masyarakat dapat dikatakan bahwa keluarga adalah unit ter-kecil dalam masyarakat. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, Ibu, dan anak. Ayah dan Ibu adalah sebagai keluarga inti yang dihubungkan dengan tali perkawinan.
Menurut fitrah manusia laki-laki mempunyai sifat yang berbeda dari wanita. Secara biologis satu sama lain saling membutuhkan. Hidup bersama dari seorang pria dan seo0rang wanita tidaklah dapat dinamakan keluarga jika keduanya tidak diikat oleh tali perkawinan. Tanpa nikah tidak ada keluarga.
Perkawinan adalah bentuk yang paling sempurna dari kehidupan bersama. Hidup bersama tanpa perkawinan membuahkan kesenangan semu, kebahagiaan hakiki dan abadi didapat dalam kehidupan bersama yang diikat oleh perkawinan.
Perkawinan adalah salah satu aspek syarat agama yang telah beruarat berakar dan melembaga dalam kehidupan bermasyarakat, telah pula mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
Berdasarkan tersebut di atas sangat tertarik membahas masalah perkawinan yang siajarkan oleh agama kristen dan Islam yang merupakan agama resmi di negara republik indonesia dan sekaligus pemeluknya.

RUMUSAN MASALAH
Adapun masalah yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Perkawinan dalam Kristen
a. Pengertian
b. Tujuan perkawinan
c. Memilih jodoh
2. Perkawinan dalam Islam
a. pengertian
b. Tujuan perkawinan
c. Memilih jodoh
3. Etika perkawinan dalam Kristen dan Islam
a. Etika perkawinan dalam Kristen
b. Etika perkawinan dalam Islam

METODE dan SISTEMATIKA PEMBAHASAN

1. Metode Pembahasan
Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini maka diperlukan metode riset kepustakaan dengan jalan menyimpulkan data dengan menggunakan metode pembahsan sebagai berikut:
a. Deduksi : Suatu sistem berfikir dari fakta-fakta yang berangkat dari hal yang umum kepada hal yang khusus.
b. Induksi : Suatu sistem berfikir dari fakta-fakta yang berangkat dari yang khusus kepada yang hal yang umum.
c. Komparasi : Suatu sistem berfikir dengan jalan membandingkan beberapa pendapat dari para cendikiawan, kemudian diambil pendapat yang dianggap kuat oleh penulis.

PEMBAHASAN
PERKAWINAN DALAM KRISTEN

A. PENGERTIAN PERKAWINAN
Perkawinan adalah hubungan di dunia yang paling erat dan suci, perkawinan merupakan hubungan yang jauh lebih erat daripada handaitolan, hubungan antar sahabat, keluarga, bahkan lebih erat daripada hubungan antara anak dengan orang tuanya.
Definisi lain mengatakan, pernikahan adalah tat tertib suci yang ditetapkan oleh Tuhan, khalik langit dan bumi, di dalam peraturan suci itu diantaranya pria dan wanita.
Dari kedua definisi itu dapat ditarik suatu pengertian bahwa adanya cinta kasih serta hubungan yang erat yang tidak bisa dipisahkan atau tidak bisa ditarik kembali, yang dimaksud disini ialah jangan sampai salah saatu berpisah atau cerai. Hal ini dibenarkan dalam ajaran Kristen, sebab perkawinan itu mengandung beberapa unsur, antara lain:
a. Perkawinan itu ditetapkan Allah, sebagaimana termakbub atau terdapat dalam Al-Kitab.
- Kejadian pasal 2 ayat 18 : “Tuhan Allah berfirman, tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”.
- Kejadian pasal 2 ayat 21: “lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak, ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk daripadanya, lalu menutup tempat itu dengan daging”.
Dari ayat-ayat Al kitab tersebut di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa perkawinan merupakan ketetapan atau kehendak Allah. Begitu juga perkawinan adalah lembaga yang sudah dikehendaki dan disciptakan Tuhan.

b. Perkawinan adalah peraturan suci
Perkawinan adalah suci karena Allah sendirilah yang telah berkehendak dan mempersatukan antara laki-laki dan perempuan. Seperti dalam Matius pasal 19 ayat 6 “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu karena itu apa yang pernah disekutukan Allah tidak boleh diceraikan manusia”.
Oleh karena kesucian perkawinan tersebut bagi orang-orang yang berbuat zina akan mendapat hukuman dari Allah (Alkitab Ibrani pasal 14 ayat 4).
Disamping 2 unsur di atas , masalah pengertian perkawinan masih ada 3 unsur lagi, seperti yang tersebut dalam kitab kejadian pasal 2 ayat 24 yang dapat diambil suatu pelajaran yang meliputi:
1. meninggalkan atau berpisah dengan orang tuanya
2. bersatu atau berdampingan
3. menjadi satu daging
Yang dimaksud meninggalkan atau berpisah disini adalah bersedia melepaskan hubungan keluarga khususnya orang tua yang udah membesarkan anak.
Bersatu atau berdampingan ialah kesediaan seorang suami dan istri untuk hidup berdampingan. Suami istri dapat diperumpamakan sebagai dua lembar kertas yang dilem erat-erat satu kepada yang lain dengan tidak mengizinkan pihak ke tiga.
Sedangkan yang dimaksud dengan menjadi satu daging adalah hidup rukun dan berdampingan di atap rumah nikah yang sah, maka melalui persekutuan seksuil masing-masing menolong yang lain. Yang satu melayani yang lain satu mengisi dan membahagiakan yang lain.

B. TUJUAN PERNIKAHAN
1. Agar manusia itu saling tolong menolong
Seperti dalam kejadian pasal 2 ayat 18 yang memberi tekanan bahwa diciptakannya Hawa dengan tujuan sebagai penolong dalam kehidupan Adam, mereka hidup saling melengkapi, saling melayani satu sama lain, cinta mencintai, serta saling kasih sayang.
2. Untuk melestarikan keturunan
Untuk melestarikan kehidupan manusia perlu adanya keturunan dan keturunan didapatkan dari hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan. Kesatuan nikah adalah rencana Allah untuk pembinaan manusia supaya tidak musnah dari permukaan bumi.
3. Untuk persekutuan yang terus menerus
Persetujuan perkawinan adalah persetujuan yang permanen yang tidak dapat ditarik kembali, oleh karena itu berlangsung terus menerus seumur hidup.

C. MEMILIH JODOH
1. Seiman
Antara calon suami dan calon istri hendakilah seiman bersatu hati untuk mengabdi kepada Tuhan, seiya sekata dalam menyerahkan diri kepada Yesus Kristus untuk mencapai kesetiaan dan kesucian yang diberikan oleh Tuhan dari sumber anugerahnya. Apabila seorang kristen menjadi saaatu dengan seorang yang tidak percaya, pasangan itu akan menghalangi perjalanan hidupnya dengan Tuhan, membatasi kebebasannya di dalam kristus, dan menyebabkan ketidakseimbangan tanggung jawab didalam hubungan hubungan itu.
2. Saling mencintai
3. Nasehat orang tua
Keputusan orang tua patut didengarkan oleh anak-anaknya, sebab orang tua ikut tanggung jawab dalam hidup anak-anaknya.

PERKAWINAN DALAM KRISTEN

A. PENGERTIAN PERKAWINAN DALAM ISLAM
Nikah menurut lughat berarti simpulan atau ikatan. Menurut istilah nikah adalah suatu akad atau perjanjian pengantin perempuan untuk hidup bersama sebagai suami istri yang disertai rukun dan syarat.
Nikah adalah akad yang menjadi perantara diperbolehkannya bersetubuh dengan menggunakan kata nikah, tazwij atau terjemahnya.
Menurut undang-undang perkawinan RI. No. 1 tahun 1974 bab I pasal 1 “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia berketuhanan Yang Maha Esa.
Perintah perkawinan berdasarkan firman Allah yang terdapat dalam surat An-Nisa ayat 3 yang berbunyi:
...               …
yang artinya:
“…….Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja……”
Sudah menjadi sunnatullah bahwa segala sesuatu di dunia ini dijadikan Tuhan berpasang-pasangan, jantan betina, laki-laki dan perempuan. Allah berfirman dalam QS. An-Naba’ ayat 8 sebagai berikut:
 
“Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan”.

B. TUJUAN PEKAWINAN
Adapun tujuan perkawinan menurut ajaran Islam adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengembangkan keturunan
2. Untuk menentramkan jiwa dan raga
Dengan perkawinan orang dapat memenuhi tuntutan hawa nafsu seksuilnya dengan rasa aman dan tentram, dan memperoleh ketenangan lahir batin, serta menambah rasa saling cinta mencintai, kasih mengasihi antara suami istri.
3. Untuk mencegah kemaksiatan
Dengan perkawinan orang dapat memenuhi tuntutan nafsu seksuil sehingga dapat menghilangkan perzinaan, pelacuran, perkosaan, dan lain-lain. Kemaksiatan yang disebabkan oleh todak terpenuinya hajat nafsu seksuil dengan semestinya. Sebab dengan pernikahan itu baik laki-laki maupun perempuan dapat memenuhi nafsunya dengan jalan yang halal dan aman.
4. Untuk menyempurnakan agama
Nabi sendiri melakukan pernikahan dengan wanita, begitu juga beliau mengancam bagi orang yang tidak melakukan nikah tidak akan dianggap sebagai umatnya, sehingga dengan kata lain dapat dikatakan bahwa nikah adalah suatu anjuran agama dan merupakan kesempurnaannya.

C. MEMILIH JODOH
1. Kafaah (kufu)
“kafaah” berarti sama, sepadan atau sebanding. Maksudnya laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukansehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melaksanakan perkawinan.
2. Seagama
3. Nasab dan kecantikan

ETIKA PERKAWINAN
DALAM KRISTEN DAN ISLAM

A. ETIKA PERKAWINAN DALAM KRISTEN
1. Pertunangan
Masa pertunangan ini gunanya untuk saling mengenal antara kedua belah pihak, baik pihak laki-laki maupun perempuan. Wanita tidak hanya tinggal di rumah menunggu waktu perkawinan, tetapi juga menganalisa dan menyelidiki calon suaminya.
2. Pelaksanaan pernikahan
3. Pesta pernikahan
Resepsi pernikahan adalah puncak dari semua acara pernikahan dan juga akhir dari masa membujang dan melalui kehidupan baru. Pesta ini berarti bersenag-senang dalam perayaan nikah.
4. Poligami
5. Perceraian

B. ETIKA PERKAWINAN DALAM ISLAM
1. Meminang atau khitbah
Meminang adalah permintaan seseorang laki-laki kepada anak perempuan orang lain sebagai pendahuluan pernikahan. Dan pinangan itu baik laki-laki maupun perempuan haruslah lebih dahulu melihat dan memilih calon yang akan dipinang. Bahkan sebagian ulama menghukumkan sunnat dengan berdasarkan Hadits Rasulullah SAW. Diperbolehkannya melihat calon istri atau suami, sebab akan memungkinkan terjadinya persepakatan dan keserasian keadaannya dalam rumah tangga nanti.
2. Pelaksanaan pernikahan
Setelah pinangan itu diterima, prosedur yang umum berlaku dalam akad nikah adalah berkumpul wali dan keluarga kedua belah pihak, maka dimintalah ketegasan dari pihak pengantin perempuan. Ketegasan yang dimaksud adalah tentang ridhonya atau izinnya untuk dikawinkan, sesudah itu dibacakan khutbah nikah, kemudian barulah wali pengantin wanita atau wakilnya mengucapkan lafal ijab yang harus dijawab lafal qabul oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.
Selain dari langkah-langkah yang perlu diambil dalam melaksanakan pernikahan seperti di atas, Islam juga menetapkan beberapa syarat untuk sahnya perkawinan, antara lain:
- Akad nikah.
- Mempelai berdua (laki-laki dan perempuan).
- Adanya wali.
- Dua orang saksi.
Akad pernikahan mesti disaksikan oleh dua orang saksi supaya ada kepastian hukum dan untuk menghindari timbulnya sanggahan dari pihak-pihak yang berakad di belakang hari. Dasar keharusan saksi dalam akad pernikahan ada yang dalam bentuk ayat Al-Qur’an surat At-Thalaq ayat 2, dan ada juga yang terdapat dalam Hadits, sabda Nabi :”Tidak ada pernikahan kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi.”
3. Perayaan nikah atau walimatul ‘ursy
Sesudah mengadakan akad nikah disunnatkan bagi suami mengadakan walimah pengantin atau perayaan perkawinan. Walimah ini digunakan untuk mengadakan iklan atau pemberitahuan kepada khalayak ramai bahwa dia telah mengadakan ikatan perjanjian perkawinan dengan istrinya. Maka dengan demikian masyarakat bisa turut menjadi saksi.
4. poligami
5. Perceraian

PENUTUP
ANALISIS

Daria uraian tersebut ada perbedaan antara Kristen dan Islam dalam hal poligami. Jika Islam membolehkan poligami karena adanya ketentuan-ketentuan yang membolehkan untuk berpoligami. Sedangkan di dalam Kristen, poligami itu dilarang karena pernikahan itu ditentukan oleh Tuhan maka manusia tidak bisa memisahkan hbungan tersebut. Disamping itu pesta di dalam pernikahan Kristen bertujuan untuk bersenang-senangdan sebagai akhiar dari masa membujang dan untuk menuju kehidupan baru.
Jika di dalam etika Islam pesta pernikahan itu bisa disebut sebagai walimatul ‘ursy yang bertujuan untuk memberitahukan kepada khalayak ramai dan sebagai saksi pernikahan itu.

Minggu, 10 Oktober 2010

PEMROGRAMAN VISUAL 2

import javax.swing.*;
import java.awt.*;

class Biodata extends JFrame
{
JLabel lblnama=new JLabel("Nama");
JTextField txnama=new JTextField(30);
JLabel lblttl=new JLabel("TTL");
JTextField txttl=new JTextField(40);
private JLabel lblalamat=new JLabel("ALAMAT");
private JTextArea area1=new JTextArea(3,40);
JLabel lbljeniskelamin=new JLabel("Jenis Kelamin");
JRadioButton Laki=new JRadioButton("Laki-Laki");
JRadioButton Perempuan=new JRadioButton("Perempuan");
ButtonGroup group=new ButtonGroup();
JLabel lblhobby=new JLabel("Hobby");
JCheckBox cek1=new JCheckBox("Belajar");
JCheckBox cek2=new JCheckBox("Berpetualang");
JCheckBox cek3=new JCheckBox("Bernyanyi");
JButton jbsimpan=new JButton("SIMPAN");
JButton jbexit=new JButton("EXIT");


Biodata()
{
setTitle("Biodata");
setLocation(400,100);
setSize(300,300);
getContentPane().setBackground(Color.cyan);

setDefaultCloseOperation(JFrame.EXIT_ON_CLOSE);
}

void komponenVisual()
{

getContentPane().setLayout(null);
getContentPane().add(lblnama);
lblnama.setBounds(10,10,70,30);
getContentPane().add(txnama);
txnama.setBounds(75,10,150,20);
getContentPane().add(lblttl);
lblttl.setBounds(10,35,80,20);
getContentPane().add(txttl);
txttl.setBounds(75,35,150,20);
getContentPane().add(lblalamat);
lblalamat.setBounds(10,60,100,20);
getContentPane().add(area1);
area1.setBounds(75,60,150,50);
getContentPane().add(lbljeniskelamin);
lbljeniskelamin.setBounds(10,120,120,20);
getContentPane().add(Laki);
Laki.setBounds(100,120,100,20);
getContentPane().add(Perempuan);
Perempuan.setBounds(100,140,100,20);
group.add(Laki);
group.add(Perempuan);
getContentPane().add(lblhobby);
lblhobby.setBounds(10,170,50,20);
getContentPane().add(cek1);
cek1.setBounds(100,170,105,20);
getContentPane().add(cek2);
cek2.setBounds(100,190,105,20);
getContentPane().add(cek3);
cek3.setBounds(100,210,105,20);
getContentPane().add(jbsimpan);
jbsimpan.setBounds(40,250,80,20);
getContentPane().add(jbexit);
jbexit.setBounds(200,250,70,20);
setVisible(true);

}
public static void main(String args[])
{
Biodata ap=new Biodata();
ap.komponenVisual();
}
}

Minggu, 03 Oktober 2010

ULUMUL HADITS

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an adalah “HUDAN” bagi seluruh umat manusia. Dengan Al-Qur’an manusia dapat mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Dan dengan Al-Qur’an pula manusia dap[at mencapai Ridlo Allah SWT.
Jalan dan tatacara untuk mencapai “Mardlatillah” telah ditunjukkan, diterangkan, dan dijelaskan oleh sang pembawa Al-Qur’an itu sendiri, yaitu Nabi Muhammad SAW.
Penjelasan dan penerangan Nabi Muhammad SAW itu adakalanya digambarkan dalam perbuatan Beliau, ada kalanya diutarakan dalam sabda-sabdanya, dan terkadang berbentuk pengakuan beluiau terhadap sahabat-sahabatnya. Kemudian semua ini diistilahkan dengan Hadits Nabi SAW.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dinamakan Sanad dan Matan?
2. Bagaimana cara perawi menerima dan atau mengambil Hadits?
3. Apakah arti istilah 3 dalam Ulumul Hadits?
4. Berdasarkan apa Hadits dapat diklasifikasikan?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui tentang matarantai sanad dan sudtansi matan hadits.
2. Untuk mengetahui metode-metode pengambilan dan penerimaan hadits oleh para perawi dalam periwayatan hadits.
3. Untuk mengenal istilah – istilah dalam ulumul hadits dan penjelasannya.
4. Untuk mengetahui klasifikasi hadits dipandang dari berbagai segi.

BAB II
STRUKTUR HADITS

A. ISNAD, SANAD, dan MATAN
1. Isnad
¬¬¬¬¬ الاسنادهواضافة الحريث إلى قا ئله ونسبته إليه
Isnad adalah menyandarkan hadits kepada yang mengatakannya (rawi pertama) dan menghubungknnya kepadanya.

2. Sanad
السندهوالرجال الموصولة للمتن
Sanad adalah silsilah matarantai orang-orang yang menghubungkan pada matan hadits.

3. Matan
ماينتهى اليه السندمن الكلا م
Matan adalah suatu kalimat yang menjadi tempat berakhirnya sanad.
Contoh aplikasi matarantai sanad :
عن محمدعن أبى سلمه عن أبي هريره أن النبي صلي الله عليه وسلم قال: لولاأن أشق علي أمتى لأمرتهم بالسواك عندكل صلاة (رواهالبخاروالترمدى )
Yang disebut Sanad dalam hadits tersebut adalah :
عن محمدعن أبى سلمه عن أبي هريره
Dan adapun yang disebut Matan dalam badits tersebut adalah :
لولاأن أشق علي أمتى لأمرتهم بالسواك عندكل صلاة

B. PERAN SANAD
1. Peran Sanad dalam Pendokumentasian Hadits
Kegiatan pendokumentrasian hadits-hadits Nabi Muhammad SAW., baik yang melalui hafalan maupun melalui tulisan yang dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, tabiit tabi’in, dan mereka yang datang sesudahnya. Semua rangkaian mereka itu disebut Sanad, sampai generasi yang bermembukukan hadits-hadits. Seperti Malik Ibn Anas, Ahmad Ibn Hanbal, Bukhari, Muslim, dan lainnya.
Menurut Al-Azami, pada tingkatan sahabat pengumpulan dan pemeliharaan hadits dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
a) Learning By Memorizing
Yaitu dengan cara mendengarkan setiap perkataan Nabi SAW. secara hati-hati dan menghafalkannya.
b) Learning Through Writing
Yaitu mempelajari Hadits dan menyimpannya dalam bentuk tulisan.
c) Learning By Practice
Yaitu mempraktikkan setiap apa yang mereka pelajari tentang hadits, baik yang diterima melalui hafalan maupun tulisan.

2. Peran Sanad dalam Penentuan Kualitas Hadits
Status dan kualitas suatu hadits, apakah dapat diterima atau ditolak, tergantung pada sanad dan matan hadits tersebut.
Kualitas hadits yang dapat diterima sebagai dalil atau dasar penetapan suatu hokum adalah Hadits Shahih dan Hasan (maqbul). Adapun syarat diterim asuatu hadits yang berhubungan dengan Sanad Hadits yaitu :
– Sanadnya bersambung
– Berdifat Adib
– Bersifat Dhobit
Sedangkan syarat yang berhubungan dengan Matan Hadits adalah :
– Haditsnya tidak Syad
– Tidak ada Illat di dalamnya

C. JALAN MENERIMA HADITS ( طريقة تحمل الحديث)
Jalan atau cara orang – orang menerima atau mengambil hadits dari satu-satu rawi sehingga tercatat dalam kitab – kitab hadits yang seperti kita dapati sekarang ada 8 (delapan) metode, yaitu :
1. Sama’ ( سما ع)
Yaitu seorang rawi mendengarkan bacaan dari guru-gurunya.
2. ’Ardl (العرض)
Yaitu seorang rawi membaca hadits kepada guru (Sorokan)
3. Ijazah (ا لاجازه)
Yaitu seorang guru (Syaikh) mengizinkan muridnya (rawi) untuk meriwayatkan hadits.
4. Munawalah (المناولة)
Yaitu seorang guru memberikan kitabnya kepada murid (rawi).
5 Mukatabah (المكا تبة)
Yaitu seorang guru menulis atau menyuruh orang lain menulis riwayatnya kepada orang yang hadir di tempatnya atau yang tidak hadir.
6. I’lam (الاعلم)
Yaitu seorang guru memberitahukan riwayatnya kepada murid (rawi) dengan tidak memberi izin meriwayatkan daripadanya.
7. Washiyat (الوصية)
Yaitu seorang guru memberi washiyat diwaktu naza’ (sakaratul maut) atau dalam safar (bepergian) sebuah kitab kepada sang murid (rawi).
8. Wijaadah (الوجلاة)
Yaitu seorang murid (rawi) mendapat hadits atau kitab dengan tulisan orang yang meriwayatkan, sedangkan si rawi tidak pernah mendengar hadits – hadits itu dari yang enulisnya.


D. ISTILAH – ISTILAH YANG TERDAPAT DI DALAM ULUMUL HADITS
1. Istilah Yang Terhubung Dengan Generasi Periwayatan.
a) Sahabat (الصحبة)
عن لقى النبى صلى الله عليه وسلم مسلما ومات علي الا سلام ولو تخللت ردة
Orang yang bertemu dengan Nabi SAW dalam keadaan Islam dan meninggal dalam keadaan Islam, meskipun dianatara oleh keadaan mustad.
b) Mukhadlromun (المحضرمون)
Yaitu orang – orang yang pada masa jahiliyah dan masa Nabi SAW., serta memeluk agama Islam namun mereka tidak sampai bertemu Nabi SAW., dianatara adalah :
1. الشيبان
2. سويد ابن غفلة الكذي
3. عمر ابى ميمون الاودي
4. dll
Mukhadlromun bukan termasuk golongan Shohabat tetapi masuk dalam golongan Tabi’in.
c) Tabi’in (اتبعون)
Yaitu orang – orang yang bertemu dengan satu orang sahabat atau lebih. Diantara tokoh Tabi’in ada yang dikenal dengan sebutan Al-Fuqoha’ al-sab’ah, yaitu :
1) Said Ibn Al-Musayyab
2) Al-Qosim Ibn Muhammad Ibn Abu Bakar al-shidiq
3) ‘urwah Ibn al Zubair
4) Khorijah ibn Zaid Ibn Tsabit
5) Sulaiman Ibn Yasar
6) ‘Ubaidillah Ibn Abdillah Ibn ‘Utbah Ibn Mas’ud
7) Abu Salamah Ibn Abdur Rahman Ibn ‘Auf
d) Al-Mutaqoddimun (المتقدمون)
Yaitu para ulama’ yang hidup pada abad ke-2 dan ke-3 Hijriah yang telah menghimpun hadits-hadits Nabi SAW. di dalam kitab 3 mereka yang mereka dapatkan melalui kunjungan langsung ke guru-guru mereka.
Diantara ulama’ Mutaqoddimun yang telah berhasil menghimpun hadits-hadits Nabi SAW. di dalam mereka adalah :
1) Imam Ahmad Ibn Hanbal (164 – 241H)
2) Imam Bukhori (194 – 256 H)
3) Imam Muslim (220 – 261 H)
4) Imam Al-Nasa’i (215 – 303 H)
5) Imam Abu Daud (202 – 276 H)
6) Imam Al-Tirmidzi (209 – 269 H)
7) Imam Ibn Majjah (202 – 279 H)
e) Al-Muta’akhirun (المتاءخروت)
Yaitu para ulama’ hadits yang hidup pada abad ke-4 Hijriah dan seterusnya.
Diantara tokoh-tokoh Muta’akhirun adalah :
1) Imam Al-Hakim (359 – 405 H)
2) Imam Al-Dar al-Quthni (w – 385 H)
3) Imam Ibn Hibban (w – 354 H)
4) Imam al-Thabrani (w – 360H)

2. Istilah-istilah Yang Dihubungkan Dengan Kepakaran Dan Jumlah Hadits Yang Diriwayatkan
a) Thalib al-Hadits
Yaitu seorang yang sedang mencari atau mempelajari hadits, yang termasuk tingkat terendah dalam bidang hadits.
b) Al-Musnid
Yaitu orang yang meriwayatkan hadits dengan menyebutkan sanadnya.
c) Al-Muhaddits
Yaitu gelar bagi orang yang telah mahir dalam bidang hadits, baik bidang riwayah maupun bidang dirayah. Seorang muhaddits telah mampu membedakan antara hadits dhoif dan hadits shohih. Para muhaddits umumnya telah menghafal 1.000 hadits, baik matan, sanad, maupun seluk beluk perawinya.

d) Al-Hafidh
Yaitu gelar ulama’ hadits yang tingkat kepakarannya di atas Al-Muhaddits, dan telah mampu menghafal 100.000 hadits.
e) Al-Hujjah
Yaitu gelar ulama’ hadits yang kepakarannya lebih tinggi dari Al-Hafidh, yang dengan keluasan dan keteguhan hafalannya mereka menjadi rujukan para hafidh dalam berhujjah, dan mereka telah mampu menghafala 300.000 hadits, baik matan, sanad, atau rawinya.
f) Al-Hakim
Yaitu gelar ulama’ hadits yangmemiliki kepakaran lebih tinggi dari pada Al-Hujjah. Mereka benar-benar telah menguasai hadits-hadits yang diriwayatkan.
g) Amir al-Mukmin Fi Al Hadits
Yaitu gelar tertinggi dalam kepakaran ulama’ hadits. Pada tingkat ini seseorang benar-benar telah diakui, bahkan namanya telah terkenal di kalangan para ulama’ mengenai kepakarannya, sehingga ia menjadi Imam dan panutan bagi umat di masanya.

3. Istilah-istilah yang berhubungan dengan sumber pengutipan
a) Akhrajahu al sabi’ah (اخرجه اسبعة)
Yaitu istilah yang mengiringi matan hadits yang diriwayatkan oleh tujuh ulama’ atau perawi hadits, yaitu : Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, dan Ibn Majjah.
b) Akhrajahu al sittah (اخرجه الستة)
Yaitu istilah yang mengiringi matan hadits yang diriwayatkan oleh enam perawi hadits, yaitu : Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Al-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibn Majjah.
c) Akhrajahu al-khamsah ( اخرجه الخمسة)
Yaitu istilah yang mengiringi matan hadits yang diriwayatkan oleh lima perawi hadits, yaitu : Ahmad, Abu Dawud, Al-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibn Majjah.
d) Akhrajahu al arba’ah (اخرجه اللاءربعة)
Yaitu istilah yang mengiringi matan hadits yang diriwayatkan oleh empat perawi hadits, yaitu penyusun kitab-kitab Sunan, yang terdiri atas : Abu Dawud, Al-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibn Majjah.
e) Akhrajahu al tsalatsah (اخرجه الثلا ثة)
Yaitu istilah yang mengiringi matan hadits yang diriwayatkan oleh tiga perawi hadits, yaitu : Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan An-Nasa’i.
f) Muttafaq ‘Alaihi (متفق عليه)
Yaitu istilah yang mengiringi matan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dengan ketentuan bertemunya Sanad terakhir, yaitu di tingkat Sahabat.
Perbedaan Mutaffaqun ’Alaih dengan Akhrajahu Bukhari wa Muslim adalah yang disebut terakhir, matan haditsnya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, tetapi sanadnya berbeda pada tingkatan Sahabat, yaitu di tingkat Sahabat kedua sanad tersebut tidak bertemu. Istilah yang terakhir ini (متفق عليه) sama dengan
رواه لبخارى و موسلم، ا خرجه الشيخان، رواه الشيخان
g) Akhrajahu al jama’ah (ا خرجه الجما عة)
Yaitu istilah yang mengiringi matan hadits yang diriwayatkan oleh jama’ah ahli hadits.
Pengertian istilah-istilah di atas menurut Ibnu Hajar al-’Asqalani di dalam Bulughul Maram dan Muhammad Ibn Ismail al-Shan’ani di dalam Subulussalam, syarah dari Bulughul Maram.

BAB III
PENGKLASIFIKASIAN HADITS

A. KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN KUWANTITAS PERAWINYA
1. Hadits Mutawatir (المتوتر)
a) Definisi Hadits Mutawatir
– Menurut istilah para ulama’ hadits
ما رواه عدد كثير تحيل العا دة تواطؤ هم على الكدب
Hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak mungkin menurut adat mereka bersepakat untuk berbuat dosa.
– Menurut Al-Nawawi
وهو ما نقله عن بحصل العلم بصد قهم صرودة عن مثلهم عن اوله الى اخره
Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menghasilkan ilmu dengan kebenaran mereka secara pasti dari orang yang sama keadaannya seperti mereka mulai dari awal (sanad) sampai akhirnya.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Hadits Mutawatir adalah hadits yang memiliki sanad yang pada setiap tingkatannyaterdiri atas perawi banyak yang menurut hukum adat mereka tidak mungkin bersepakat untuk melakukan kebohongan dalam meriwayatkan hadits.
b) Kriteria Hadits Mutawatir
Suatu hadits dapat dikatakan mutawatir jika telah memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :
– Perawi hadits terdiri atas jumlah yang banyak, minimal empat orang dalam tiap tabaqat (tingkatan sanad)
– Mustahil menurutr adat mereka bersepakat berbuat dosa (bohong)
– Sandaran riwayat mereka adalah panca indera.


c) Macam-macam Hadits Mutawatir
– Mutawatir Lafdhi
ما تواتر لفظه و معنا ه
Hadits yang mutawatir lafadh dan maknanya.
– Mutawatir ma’nawi
ما تواتر معنا ه دون لفظه
Hadits yang mutawatir maknanya saja tidak pada lafadhnya.
d) Hukum dan Kedudukan Hadits Mutawatir
Status dan hukum hadits mutawatir adalah qoth’ilwurud, yaitu pasti keberadaannya dan menghasilkan ilmu pasti (dlorury). Maka dari itu wajib bagi umat Islam menerima dan mengamalkannya, orang yang menolak dihukum kafir.
Seluruh hadits mutawatir adalah maqbul.

2. Hadits Ahad (الاءحد)
a) Definisi Hadits Ahad
– Menurut istilah ilmu hadits
هو ما لم يجمع شروط المواتر
Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir.
b) Macam-macam Hadits Ahad
– Hadits Masyhur (المشهور)
ما رواه ثلاثة فا كثر فى كل طبقة مالم يبلغ حد الترانر
Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada tiap tingkatan sanad (Thabaqat) selama tidak sampai pada batasan-batasan mutawatir.
Hukum hadits masyhur tidak ada hubungannya dengan shahih atau tudaknya hadits. Karena diantara hadits masyhur ada hadits yang berstatus shahih, hasan, atau dla’if, dan bahakan ada yang maudlu’ (palsu).
Contoh :
Nabi Muhammad SAW bersabda :
المسلم من سلم المسلمون من لسا نه ويده
Keterangan :
Hadits tersebut diriwayatkan oleh bukhori, Muslim, dan turmudzi dengan sanad yang berbeda. Gambaran sanadnya sebagai berikut :
النبى صلى الله عليه وسلم


عبد الله بن عمرو ابو مو سى الا شعا رى ابو هريره


الشعبى ابو برده ابو صا لح


عبد الله بن ابى السفر ابو بردة بن عبد الله القعقا ع


شعبه يحي ابن عجلا ن


ادم سعيد الليث


البخا رى مسلم قتيبه


التر مدى

– Hadits Aziz(العزيز)
ان لا يقل رواته عن اثنين في جميع طبقات السند
Yaitu hadits yang perawinya tidak kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanad.
Contoh :
Nabi Muhammad SAW bersabda :
لا يؤمن احدكم حتى اكون احب اليه من والده وولده
Keterangan :
– Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dengan sanad yang berbeda. Susunan sanad dari dua jalan itu bias digambarkan sebagai berikut :
النبى صلى الله عليه وسلم

ابو هريراه أنس

الأ عرج قتا دة


ابو الزناد محمد ابن جعفر


شعيب محمد ابن مثنى


ابو اليمان مسلم

البخا رى
– Sebagaimana hadits masyhur, hadits Aziz juga ada yang berstatus shahih, hasan, dan dla’if.

3. Hadits Gharib (الغريب)
هو ما ينفر د بر وا يته. راو واحد
Yaitu hadits yang seseorang rawi menyendiri dalam periwatannya, (yaitu tidak ada orang lain yang meriwayatkannya)
Contoh :
الا يما ن بضع وستون شعبة والحياء شعبة من الا يمان
Keterangan :
– Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’I, dan lain – lain.

Gambar susunan sanad dari Bukhari :
النبى صلى الله عليه و سلم
ابو هريرة
ابو صا لح
عبد الله بن دينار
البخارى
– Sedangkan gambar susunan dari Muslim, Abi Dawud, Nasa’I, dan lainnya sjuga sama dengan sanad dari Bukhari :
النبى صلى الله عليه و سلم



ابو هريرة ابو هريرة ابو هريرة


ابو صالح ابو صالح ابو صالح


عبد الله بن دينار عبد الله بن دينار عبد الله بن دينار


سليمان بن بلال سهيل بن ابى صالح سليمان بن بلال


ابوعا مر حما د ابوعا مر


محمد بن عبد الله موسى بن ابى صلح عبد بن حميد


الناس ئى ابو د اوود مسلم

B. KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN PENYANDARAN SANADNYA
1. Hadits Marfu’ (المرفوع)
a) Definisi Hadits Marfu’
هو ما اضيف الى النبى صلى الله عليه و سلم من قول اوفعل اوتقر ير متصلا كان أ منقطعا سقو ط الصحا بى مته او غيره
Hadits marfu’ ialah perkataan, perbuatan, atau ketetapan yang didasarkan pada Nabi Muhammad SAW, baik matarantai sanadnya bersambung atau tidak, baik disandarkan kepada sahabat maupun lainnya.
Dari definisi ini dapat diambil pemahaman bahwa hadits yang mata rantainya bersambung yaitu muttasil, mursal, musqothi’ mu’dloh, dan mu’allaq termasuk hadits marfu’. Dan bias disimpulkan hadits marfu’ tidak selamnya shahih atau hasan, tetapi hadits hadits shahih dan hasan sudah pasti marfu’.
b) Macam-macam Hadits Marfu’
– Hadits marfu’ Qouliy (مرفوع قولى)
– Hadits marfu’ Fi’liy (مرفوع فعلى)
– Hadits marfu’ Taqririy (مرفوع تقريرى)

2. Hadits Mauquf (الموقوف)
a) Definisi Hadits Mauquf
ما أضيف الى الصحابى من قول او فعل او تقرير متصلا كان او منقتعا
Hadits Mauquf ialah perkataan, perbuatan, atau penetapan yang disandarkan kepada sahabat, baik sanadnya bersambung maupun tidak.
b) Hukum Hadits Mauquf
Jika suatu hadits mauquf berstatus hukummarfu’ dan berkualitan shahih atau hasan, maka dapat dijadikan hujjah atau dalail dalam penetapan hukum.

Contoh :
Perkataan sahabat Jabir :
كنا نعزل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم (رواه البخارى ومسلم)
“Kami ber’azal pada masa Rasulullah SAW”.
Dan apabila hadits mauquf tidak berstatus marfu’, maka para ulama’ berbeda pendapat tentang kuhujjahannya.
Skema sanad hadits Marfu’, Mauquf, dan Maqthu’.
المقطوع الموقف المرفوع
نبى الله ص .م نبى الله ص .م نبى الله ص .م

الصحابى الصحابى قال الصحابة أن

التابعى قال تابع التابعى ان التابعى

قال تابع التابعى ان تابع التابعى تابع التابعى

متخرج متخرج متخرج

3. Hadits Maqthu’ (المقطوع)
a) Definisi Hadits Maqthu’
هو ما جاء عن تبعى من قوله اوفعله موقوفا عليه سواء اتصل سنده ام لا
Hadits maqthu’ iallah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi’iy dan dimauqufkan kepadanya, baik mata rantai sanadnya bersambung atau tidak.
b) Status Hukum Hadits Maqthu’
Hadits maqthu’ tidak dapat dijadikan sebagai Hujjah atau dalil untuk menetapakn suatu hukum


C. KLASIFIKASI HADITS DILIHAT DARI SISI KUALITASNYA
1. Hadits Shahih
Menurut istilah, para ahli berbeda-beda dalam mendefinisikan hadits shahih, diantaranya :
a) Al-Suyuthi
هو ما اتصل سندة بعد ول الضا بطين عن غير تسد ودو لا علة
Hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dlabitah, serta tidak ditemukan kejanggalan dan illat.
b) Ibnu Shalah
هو الحديث المسند الدى يتصل اسناده بنقل العدل الضابط عن العدل الضا بط الى منتهاه ولا يكون شا دا ولا معلل
Hadits shahih adalah hadits musnad yang sanadnya sambung dengan periwayatan perawi yang adil, dlabith (yang berasal) dari orang yang adil dan dlabith sampai pada akhir sanadnya dan tidak ada kejanggalan dan kecacatan.
Dari dua definisi tersebut, Ajjaj al-Khathbiy membuat definisi
هو ما اتصل سده برواية الثقة عن الثقة عن اوله الى منتهاه عن غير شدودولا علة
Hadits shahih adalah hadits yang sanadnya sambung dengan periwayatan perawi yang tsiqqah dan (berasal) dari orang yang tsiqqah mulai dari awal sanad sampai ahir sanad dengan tidak adanya kejanggalan dan kecacatan di dalamnya.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa Hadits bisa dikatakan shahih jika di dalamnya memenuhi kriteria dan syarat-syarat sebagai berikut :
– bersambung sanadnya
– perawinya adil
– perawinya dlabith
– tidak ada kejanggalan (شا د)
– tidak cacat (علة)
2. Hadits Hasan
Berpijak pada kehujjahan hadits hasan diantara hadits shahih dan hadits dlaif para ahli berbeda-beda dalam mendefinisikan hadits hasan, diantaranya :
a) Ibnu Hajar
وخبر الاحادى بنقل تام الضابط منتصل السند غير معلل ولا شاد هو الصحيح لداته فان قل فاحسن لدا ته
Hadits Ahadi adalah hadits yang diambil melalui rawi yang adil, sempurna daya ingatnya, bersambung sanadnya, tanpa ada cacat dan kejanggalan disebut hadits Shahih Lidzatihi, akan tetapi jika kekuatan daya ingatnyta kurang sempurna, maka disebut hadits Hasan Lidzatihi.
b) Al-Khathabiy
الحسن لداته هو ما عرف مخرجه واشتهر رجا له
Hadits Hasan Lidzatihi adalah hadits yang rawinya dapat diketahui secara jelas dan terkenal.
c) Al-Turmudzy
هو كل حديث يروى ولا يكون فى اسناد عن يتهم با لكدب ولا يكون الحديث شادا ويروى عن غير وجه نحوه
Hadits Hasan adalah hadits yang dalam periwayatannya tidak ditemukan rawi yang diduga berlaku bohong, dan tidak ada kejanggalan, tetapi dari jalur lain ditemukan rawi lain yang seimbang.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa Hadits Hasan itu hampir sama dengan Hadits Shahih, yang membedakan hanya kekuatan daya ingat secara sempurna dan kurang sempurna.
Dengan demikian, syarat-syarat yang harus ada dalam hadits hasan adalah sebagai berikut :
– sanadnya sambung
– perawinya adil
– perawinya dlabith dibawah kedlabithan perawi hadits hasan
– tidak ada kejanggalan
– tidak cacat
Para ulama’ bersepakat bahwa kehujjahan hadits hasan sama dengan hadits shohih, meskipun tingkatannya tidak sama. Bahkan ada sebagian ulama’ yang memasukkan hadits hasan dalam kelompok hadits shahih, baik Hasan Lidzatihi maupun Hasan Lighoirihi.

3. Hadits Dla’if
Menurut istilah para ulama’ berbeda-beda dalam mendefinisikan hadits dla’if, tetapi subtansi dari definisi tersebut sama, diantaranya :
– Al-Nawawiy
الحد يث الشعيف هو عا لم يو جد فيه شروط عن شروط الحسن
Hadits dla’if adalah hadits yang di dalamnya tidak ditemukan syarat-syarat yang wajib ada dalam hadits shahih dan hasan.

D. KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN SEGI SISTEM PENYAMPAIANNYA
1. Hadits Mu’an’an (معنعن) dan Muannan (موء نن)
a) Definisi
Hadits Mu’an’an ialah :
الحديث المعنعن هو الاسناد الذى فيه فلان عن فلان
Hadits Mu’an’an ialah hadits yang dalam mata rantai sanadnya ditemukan adanya kalimat Fulan dari Fulan.
Hadits Muannan adalah :
الحديث المؤنن هو ما يقال فى سنده حدثا فلان ان فلانا حدثنا بكذا ....
Hadits Muannan adalah hadits yang dalam mata rantai sanadnya ditemukan ucapan Fulan menceritakan hadits kepadaku, sesungguhnya ia menceritakan hadits demikian .............

Contoh :
– Hadits riwayat Imam Bukhari dari Ismail
حدثنى مالك عن ابن شهاب عن حميد ابن عبد الرحمن عن ابن هريرة رضى الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من قام رمضان ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

– Hadits riwayat Ibnu Majjah
حدثنا عثمان ابن ابى شيبة حدثنا معاوية بن هشام حدثنا اسامة بن زيد عن عثمان ابن عروة عن عروة عن عائشة قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان الله وملائكته يصلون على ميا من الصفوف

b) Status Hukum Hadits Mu’an’an dan Muanan
Ulama’ ahli hadits berkomentar bahwa hadits yang dalam periwayatannya menggunakan cara seperti hadits mu’an’an dan muannan, bisa berstatus sama dengan hadits muttasil dengan adanya dua syarat, yaitu :
1) Isytirathul liqo’ (اشتراط اللقاء)
Yaitu : – Perawi yang menggunakan lafadz ’an (عن) bukan perawi yang berkarakter mudallis
– Perawi harus pernah bertemu dengan perawi yang pernah menceritakan hadits.
2) Isytirathul Mu’asyarah (اشتراط المعا شرة)
Yaitu : – Perawi yang menggunakan lafadz an (ان) harus hidup segenerasi dengan perawi yang pernah menyampaiakan hadits.
– Perawi haru smengetahui secara meyakinkan bahwa ia benar dan menerima hadits dari gurunya.


2. Hadits Mubham المبهم))
a) Definisi
هو ما فى متنه او سنده راو لم يسم اسواء كان رجلا او امرأة
Hadits Mubham ialah hadits yang di dalam matan dan sanadnya terdapat seorang perawi yang statusnya tidak dijelaskan, baik laki-laki maupun perempuan.
b) Macam-macam hadits Mubham
– Mubham dalam matan (مثهم فى المتن)
– Mubham dalam sanad مثهم فى السند))
c) Status Hukum Hadits Mubham
– Jika ketidakjelasan terdapat dalam sanad maka statusnya adalah dla’if.
– Jika ketidakjelasan terdapat dalam matan, maka statusnya tidak langsung ditolak secara mutlak.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hadits-hadits yang dapat dijadikan pedoman dalam perumusan hukum dan pelaksanaan Ibadah, serta sebagai sumber pelaksaan Islam adalah hadits-hadits yang diterima (maqbul), yaitu hadits-hadits yang berstatus shahih dan hasan. Selain itu adalah hadits Mardud.

B. SARAN
Sebagai umat Islam seharusnya mengenal hadits-hadits shahih dan hasan, agar tidak terjerumus kedalam penggunaan hadits-hadits yang mardud. Karena munculnya bermacam-macam bid’ah itu dari adanya hadits-hadits Mardud (dlao’if dan madlu’).